Perkembangan Koperasi Syariah dan Potensinya
Perkembangan
koperasi syariah di Indonesia tak lepas dari kondisi sosial masyarakat
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah
penduduk Indonesia yang berada dalam kategori miskin tercatat sebanyak 36,17
juta jiwa (16,7 persen). Jumlah penduduk miskin tersebut bahkan dapat bertambah
dua sampai tiga kali lipat jika menggunakan kriteria penduduk miskin yang
ditetapkan oleh International Labour Organization (ILO). Sehingga, dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan mewujudkan keadilan sosial
yang sesuai dengan konsep Islam, koperasi syariah kemudian didirikan.
Nilai-nilai koperasi seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan
kesejehateraan bersama dinilai sangat cocok untuk memberdayakan rakyat kecil.
Konsep
koperasi sendiri, seperti yang digariskan oleh Muhammad Hatta sudah selaras
dengan apa yang digariskan Islam. Ketujuh nilai koperasi yang diungkapkan Bung
Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun dituangkan dalam
tujuh prinsip operasional koperasi; keanggotaan sukarela dan terbuka,
pengendalian oleh anggota secara demokratis, partisipasi ekonomis anggota,
otonomi dan kebebasan, pendidikan, pelatihan dan informasi, kerjasama antar
koperasi dan kepedulian terhadap komunitas. Dalam Islam, landasan berkoperasi
dapat ditemukan dalam AlQuran Surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi, “Dan
bekerjasamalah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama
dalam dosa dan permusuhan.” Nabi Muhammad SAW sendiri, diceritakan kembali oleh
M. Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit Sharing in Islamic Law,
pernah pernah ikut dalam suatu kemitraan usaha semacam koperasi, di antaranya
dengan Sai bin Syarik di Madinah.(www.dakwatuna.com)
Hanya
saja, yang membedakan koperasi syariah dengan koperasi lainnya adalah sistem
operasional. Sistem syariah yang ada dalam koperasi syariah tidak mengijinkan
adanya riba atau dalam bahasa baku disebut ‘bunga’. Sistem bunga dalam koperasi
syariah digantikan oleh sistem bagi hasil. Selain itu, segala hal yang berbau
judi ataupun spekulasi yang tidak produktif serta transaksi yang tidak jelas
juga diharamkan dipraktekkan dalam koperasi jenis ini. Monopoli serta
menjalankan bisnis yang berbau haram seperti alkohol, narkoba juga tidak
diperbolehkan. Lebih jauh lagi, aspek-aspek moralitas dan spiritualitas sangat
ditekankan dalam praktek koperasi syariah.
Potensi
Di
Indonesia, sebenarnya koperasi berbasis nilai-nilai Islami lahir pertama kali
dalam bentuk paguyuban usaha bernama Sarikat Dagang Islam (SDI). SDI ini
didirikan oleh H. Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggotanya para pedagang
muslim dan mayoritas pedagang batik. Pada perkembangan selanjutnya, SDI berubah
menjadi Sarikat Islam yang lebih bernuansa politik. Koperasi syariah mulai booming
seiring dengan perkembangan dunia industri syariah di Indonesia yang dimulai
dari pendirian Bank Syariah pertama pada tahun 1992. Secara hukum koperasi
syariah dinaungi oleh Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik
Indonesia Nomor 91 tahun 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah menjadi negara
dengan Islamic Micro Finance terbesar di duniadengan 22 ribu gerai koperasi
syariah dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) – salah satu jenis koperasi syariah.
Jumlah ini cukup signifikan mengingat secara hukum koperasi syariah baru
didirikan pada tahun 2004 (www.tempo.co). Hingga akhir April 2012, jumlah
Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS)
secara keseluruhan terdapat 2.362 buah dengan tingkat nasional sebanyak 85
buah, tingkat propinsi sebanyak 189 buah dan tingkat kabupaten/kota sebanyak
2.088 buah.Selain KJKS/UJKS, terdapat pula BMT dengan jumlah mencapai 3900 buah
di tahun 2010.(http://hatta-rajasa.info)
Jumlah
anggota KJKS/ UJKS mencapai 232.558 orang pada April 2012. Sementara jumlah
pinjaman yang disalurkan sebesar Rp. 1,64 triliun. Sedangkan jumlah simpanan
yang diterima sebanyak Rp. 1,45 triliun. Aset KJKS dan UJKS mencapai Rp. 2,42
triliun. Sedangkan untuk BMT, total aset yang dikelola diperkirakan mencapai
nilai Rp 5 trilyun, nasabah yang dilayani sekitar 3,5 juta orang, dan jumlah
pekerja yang mengelola sekitar 20.000 orang. Data tersebut membuktikan bahwa
koperasi syariah punya potensi yang sangat besar dalam menyejahterakan
masyarakat Indonesia, terutama melalui akses pembiayaan dan penyerapan tenaga
kerja.
Potensi
koperasi syariah tersebut didukung dengan jumlah penduduk muslim Indonesia yang
mayoritas Muslim. Bahkan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh PEW, penduduk
muslim Indonesia merupakan yang terbesar di dunia (13% dari total penduduk
muslim dunia). Selain dari segi jumlah, kesadaran masyarakat akan produk-produk
syariah pun makin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah nasabah
bank syariah selama sepuluh tahun terakhir dari hanya ratusan ribu menjadi enam
juta pemegang rekening (www.adiwarmankarim.com). Jumlah mahasiswa yang
mempelajari ekonomi syariah pun terus meningkat dari tahun ke tahun.
Nilai
tambah utama koperasi syariah terletak pada sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Sistem bagi hasil, hubungan antara peminjam dan yang meminjamkan diganti
menjadi hubungan kemitraan. Penentuan jumlah tambahan tidak ditetapkan sejak
awal, karena pengembalian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola
rasio bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau
sesudah ada untung. Dengan demikian, jumlah bagi hasil selalu berfluktuasi dari
waktu ke waktu, sesuai dengan besar kecil keuntungan yang diraih pengelola
dana. Hal ini berbeda dengan bunga yang telah ditetapkan di awal. Pada sistem
bunga jumlah tambahan yang dibebankan harus dibayarkan oleh peminjam meskipun
usaha yang dijalankan mengalami kerugian. Penerapan bagi hasil ini dirasa lebih
adil bagi kedua belah pihak dan diharapkan melalui sistem ini pemerataan
pendapatan dan keadilan sosial dapat diwujudkan. Selain itu, penerapan bagi
hasil ini juga semakin mendorong masyarakat untuk semakin giat melakukan
usaha-usaha produktif.
Evaluasi
Bentuk
usaha koperasi memiliki keunggulanyaitu merupakan gerakan ekonomi rakyat dan
mendapat dukungan besar dari pemerintah karenamemiliki potensi sangat besar
untuk mengembangkan usaha ekonomi rakyat dan mengentaskan kemiskinan. Namun,
realitas memperlihatkan perkembangan koperasi hingga kini masih
memprihatinkan.Dari 140 ribu koperasi yang ada di Indonesia, termasuk koperasi
syariah, hanya sekitar 28,5% yang aktif dan lebih sedikit lagi koperasi yang
memiliki manajemen kelembagaan yang baik, partisipasi anggota yang
optimal,usaha yang fokus,terlebih lagi skala usaha yang besar.Sebagai pilar
terpenting ekonomi bangsa yang diharapkan menjadi sokoguru perekonomian, secara
ironis koperasi justru jauh tertinggal dari badan usaha lainnya dan cenderung
dianggap sebagai badan usaha kelas dua.
Berdasarkan
keterangan salah satu BMT di Surabaya, ada banyak kesulitan yang dihadapi BMT
dalam operasionalnya, yaitu kesulitan mencari mitra kerja dari awal, cenderung
menomorduakan kebutuhan akan sistem komputerisasi, problem profesionalitas
pengurus dan pengelola dan respon masyarakat kurang bagus karena jarang yang
mengerti sistem syariah. Menurut narasumber, hal yang sama juga dialami hampir
semua koperasi syariah lain.Oleh karena itu diperlukan usaha pemantapan
koperasi syariah yang ada. Salah satunya melalui sinergisitas pengawas
manajemen dengan pengawas syariah. Tidak sedikit koperasi kecolongan karena
tidak sempurnanya dua pengawasan di atas. Dari segi syariah mungkin sudah
memenuhi syarat, namun dari segi manajemen masih berantakan, sehingga membuka
peluang kecurangan dan kesalahan besar dalam praktek berkoperasi.
Porsi
industri keuangan syariah, termasuk koperasi syariah, di Indonesia masih
berkisar di angka 4% dari keseluruhan kegiatan perekonomian di Indonesia.
Dengan jumlah penduduk muslim yang sangat besar dan konsep koperasi yang
bersifat kerakyatan,koperasi syariah diyakini masih akan berkembang pesat.
Diharapkan koperasi ini akan dapat terus dan semakin banyak berkontribusi
terhadap pembangunan perekonomian nasional.Usaha bersama ini diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan produksi anggota dan masyarakat dan juga memperkuat
anggota agar lebih profesional dan konsisten terhadap usahanya. Selain itu
koperasi juga berperan sebagai mediator pemilik dana dan pengelola dana
sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan aset, memperluas kesempatan kerja,
dan menumbuhkankembangkan usaha-usaha produktif anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar